"Fasilitas Publik Mubazir, Siapa Bertanggung Jawab? (Kasus 'Terminal dan Jembatan Timbang' di Nggorang)

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

"Fasilitas Publik Mubazir, Siapa Bertanggung Jawab? (Kasus 'Terminal dan Jembatan Timbang' di Nggorang)

Admin
Monday, November 11, 2019



"Fasilitas Publik  Mubazir, Siapa Bertanggung Jawab?
(Kasus 'Terminal dan Jembatan Timbang' di Nggorang)

Oleh: Sil Joni

Miris. Dana miliaran 'melayang sia-sia' untuk membangun fasilitas yang tidak ada nilai guna dan nilai tambahnya bagi publik. Terminal Nggorang dan Jembatan Timbang menjadi 'testimoni historis-politis' bahwa uang rakyat tidak digunakan dengan baik. Untuk apa membangun dua 'aset mati' itu, jika tidak bisa digunakan untuk melayani kepentingan publik? Siapa yang mesti bertanggung jawab atas 'nasib dua bagunan yang terlantar' itu? Apakah aset itu dibiarkan merana selamanya?

Salvador Pinto, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Manggarai Barat, seperti yang dilansir Harian Pos Kupang, Sabtu (2/11/2019) mengeluarkan pernyatan yang cenderung 'cuci tangan' terhadap kondisi bagunan yang kesepian itu. Dirinya mengakui bahwa dua fasilitas publik itu, sesuai dengan regulasi terbaru, masuk dalam kategori aset pemerintah Pusat. Keduanya agak sulit dialihkan ke daerah sebab urusannya panjang dan butuh kajian. Dulu jembatan Timbang itu, demikian Pinto merupakan aset pemerintah Provinsi dan Terminal Nggorang merupakan aset pemerintah Kabupaten.

Argumentasi defensif semacam itu, sangat sering kita dengar dari pemerintah lokal kita. Pemda berusaha menghindar atau 'mencuci tangan' terhadap kondisi aset yang mubazir itu. Mereka, akan dengan gampang dan tanpa beban 'mengelabui kesadaran publik' dengan melontarkan alasan 'kewenangan' dalam pengelolaan aset itu. Dengan amat cerdik mereka menyampaikan bahwa Pemda tidak punya kewenangan untuk mengelola beberapa fasilitas berharga itu.

Aneh. De facto, kedua bangunan itu ada di wilayah administrasi Manggarai Barat. Lalu, apakah Pemda Mabar tidak mau 'merawat dan memanfaatkan' keduanya hanya karena persoalan kewenangan? Apakah dua bangunan itu 'harta milik' pemerintah pusat yang tidak diperuntukkan untuk publik Mabar? Makluk macam apakah Pemerintah Pusat dan pemerintah Provinsi itu? Apakah haram hukumnya atau pemali bagi Pemda untuk mengelola aset yang nyata-nyata berada di depan hidung kita?

Saya berpikir, tidak ada gunanya kita membangun aneka 'proyek infrastruktur' jika kita selalu 'bersembunyi' di balik isu otoritas dalam hal pengelolaannya. Sangat berbahaya kalau kita membuat pemisahan yang radikal antara aset Pusat, Provinsi, dan Kabupaten. Peluang untuk saling melempar tanggung jawab, cukup lebar. Bukankah pelbagai infrastruktur itu milik negara yang diperuntukan untuk kebaikan publik?

Kasus Terminal dan Jembatan Timbang di Nggorang, hemat saya bisa dijadikan 'cermin' perihal menipisnya 'rasa memiliki dan bertanggung jawab (sense of belonging) terhadap fadilitas publik oleh para aparatus negara di level daerah. Pemda Mabar mengalami semacam 'defisit kemauan politik' untuk mengoptimalisasi pemanfaatan berbagai fasilitas publik yang dibangun di daerah ini. Apakah kita mesti menunggu 'orang Pusat atau Provinsi', untuk mengatur penggunaan berbagai sarana umum tersebut? Kasihan Mabar.*

Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik lokal Manggarai Barat. Tinggal di Labuan Bajo.