![]() |
(Foto/Komodopos.com). |
Peliknya Mendapatkan ‘Pasangan Politik” Berkualitas
Oleh: Silvester Joni
Jauh hari, para pemikir klasik telah mengendus ‘esensi politik’ sebagai instrumen peningkatan dan perubahan mutu kemaslahatan publik (bonum commune). Dalam dan melalui ‘aktivitas politik’, pelbagai mimpi dan harapan publik akan terciptanya kehidupan yang lebih baik, menjadi mungkin.
Karena itu, manusia mengkreasi pelbagai mekanisme regulasi untuk menjaring pribadi yang mempunyai kompetensi politik mumpuni dalam memanifestasikan dambaan publik tersebut. Asumsi teoretisnya adalah para pemimpin politik (decicion maker) memainkan peran signifikan dalam menggapai idealisme perubahan derajat mutu kehidupan publik.
Pada titik ini, diskursus seputar urgensi membidik paket bakal calon bupati (bacabup)-bakal calon wakil bupati (bacawabup) tidak hanya relevan, tetapi sangat mendesak untuk konteks Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) saat ini yang sedang memasuki pelaksanaan tahapan kontestasi Pemilihan Kepala daerah (Pilkada). Pilkada masih diyakini sebagai ‘sarana ideal dan efektif’ dalam mendapatkan pemimpin yang berkualitas tersebut.
Pertanyaannya adalah apakah pelbagai mekanisme regulasi yang mengatur pelaksanaan Pilkada ‘memungkinkan publik” secara akurat menjatuhkan preferensi politik kepada ‘sosok politik’ yang berkualitas tersebut? Bukankah akses publik dalam kontestasi itu begitu terbatas? Mereka hanya dimobilisasi pada detik-detik akhir pelaksanaan kompetisi politik itu?
Tulisan ini berintensi untuk “memproduksi dan mendistribusi” wacana cerdas terkait dengan debut dan performa politik dari figur-figur politik yang dinilai sangat kapabel dan potensial. Dimensi kompetensi dan potensialitas ini, tidak hanya berkaitan dengan kans sebagai kampium kontestasi itu, tetapi juga berpeluang “mengaselerasi” perwujudan aneka skema proyek kesejahteraan sosial di kabupaten ini. Untuk itu, kami berusaha membentangkan ‘litani keunggulan’ dari pribadi tertentu dan efek politik positif jika disandingkan dengan pribadi lain dalam menahkodai “biduk Mabar” ini. Tegasnya, kami akan menyajikan semacam ‘prediksi politik’ jika dua orang yang dibidik dalam tulisan ini, berduet dalam memenangkan pertarungan politik jangka pendek dan sukses membawa Mabar ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Jadi, ada dua misi utama artikel ini. Pertama, membaca dan menganalisis kans dari “paket idaman” itu dalam merebut kursi Bupati dan Wakil Bupati pada periode berikutnya. Pertanyaan kuncinya adalah “kekayaan politik apa” yang dipunyai oleh paket itu untuk ditawarkan dan dipasarkan ke publik-konstituen? Kedua, mengupas secara singkat pelbagai “kecakapan politik” yang dipunyai oleh paket itu dalam ‘mempercepat’ perealisasian aneka mimpi publik di wilayah ini. Dengan itu, publik mempunyai argumentasi rasional dalam menggunakan “hak politik” di hari Pelaksanaan Pemungutan Suara nanti.
Harus diakui bahwa tidak mudah untuk menentukan secara akurat dan eksak paket calon yang bisa memenuhi atau minimal mendekati ekspektasi publik. Apa yang digaungkan di sini, hanya sebatas kriterium normatif tentang hal yang seharusnya (das sollem) dari paket ideal itu. Ada beberapa indikator yang bisa dipakai untuk menilai mutu politik dari paket yang pantas kita jagokan.
Pertama, sosok yang mempunyai tingkat intelektualitas yang mumpuni. Alat ukurnya adalah luas dan dalamnya pengetahuan konkret tentang kondisi politik di Mabar sehingga bisa menawarkan solusi politik yang terukur dan masuk akal. Seorang calon pemimpin mesti ‘mengenal’ semua aspek yang terdapat dalam sebuah wilayah yang bakal dipimpinnya. Pengenalan itu tidak hanya lewat mengonsumsi berbagai literatur yang mengupas tentang isu politik di Mabar, tetapi mesti ditopang dengan ‘pengalaman keterlibatan ada bersama masyarakat’ di seluruh pelosok Mabar ini.
Kedua, pasangan politik itu tidak hanya ‘dikenal luas oleh publik’, tetapi juga memiliki integritas diri yang membanggakan. Mereka tidak pernah ‘tercebur atau terantuk’ pada berbagai kasus politik dan moralitas yang bisa membuat ‘reputasi mereka’ tercoreng.
Ketiga, selain itu, tidak bisa dielak bahwa faktor kapital politik, entah yang berkaitan dengan ‘jaringan, basis massa, dan modal finansial’, juga bisa menambah peluang untuk memenangkan kontestasi politik tersebut.
Keempat, last but not least, duet politik itu harus berani ‘keluar’ dari kepungan kepentingan baik dari partai politik maupun dari faksi politik yang bersifat parsial. Mereka juga ‘diminta’ untuk bertindak out of the box, tidak sekadar mengikuti irama dan ritme politik yang senafas dengan regulasi formal. Kita membutuhkan figur bertipikal ‘pendobrak dan pemberontak’. Paket itu mesti ‘memberontak’ dan selalu ‘terganggu’ dengan kondisi negatif yang dihadapi oleh publik Mabar. *
Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik, tinggal di Labuan Bajo.