![]() |
(Foto/komodopos.com). |
Literasi Itu Bukan Rekreasi dan Selebrasi
Oleh: Sil Joni
Jika warta di media sosial perihal 'bergumuruhnya' aktivitas literasi di beberapa sekolah menengah (SMA/SMK) dijadikan patokan, maka Manggarai Barat layak berbangga. Betapa tidak, kita menyaksikan meluapnya 'energi literasi' yang terekspresi dalam rupa-rupa kegiatan yang diunggah di berbagai platform media sosial. Para penggerak literasi secara reguler mendiseminasi setiap detail aktivitas itu ke ruang siber. Semuanya tampak semarak dan sangat menjanjikan.
Kendati demikian, saya menangkap kesan bahwa ‘kita hanya terpukau pada’ kegiatan yang dihelat sesaat. Kelihatannya kegiatan berliterasi itu belum terinternalisasi dalam diri anggota komunitas akademis (lembaga pendidikan). Hingar-bingar kegiatan literasi tidak lagi ‘terdengar’ ketika para rasul literasi berlalu dari hadapan kita.
Untuk itu, melalui forum ini, mungkin perlu kita disadarkan agar ‘keringat para penggerak literasi itu’ tidak mengalir sia-sia di wilayah kita. Mari kita ‘himpun kembali energi’ untuk terus mewartakan ‘kabar literasi ini’ ke seluruh penjuru Mabar.
Literasi (aktivitas baca-tulis) itu merupakan sebuah proses pembiasaan (habitus) sehingga menjadi bagian yang inheren dalam struktur kepribadian seseorang. Proses menginternalisasikan 'habitus literasi' tidak sekali jadi. Apalagi kalau kemasan kegiatan itu didominasi oleh hal-hal rekreatif dan seremonial. Keberhasilan aktivitas literasi itu, hemat saya tidak ditakar dari seberapa sering 'acara rekreasi massal' dijalankan, tetapi apakah sipirit literatif sudah 'terjelma' dalam tubuh seseorang.
Pameran kegiatan literasi yang bersifat temporal dan momental yang disebarkan ke ruang publik, bukan sebuah indikator bahwa 'spirit literasi' telah bergema dashsyat di wilayah ini. Para siswa dan guru hanya 'terhipnotis' pada saat aktivitas itu didesain dan dibuat secara atraktif oleh para 'penggerak'. Energi literasi kembali melempen dan lesu pasca-aktivitas itu dihelat. Itu berarti kita lebih tertarik pada sisi rekreasional dan selebrasional dari kegiatan itu.
Semangat berliterasi kita masih bersifat 'hangat-hangat tahi ayam', cepat panas, tetapi cepat juga loyo. Kita tidak lagi melihat 'unggahan' tentang dampak dari kegiatan literasi yang dipandu oleh para 'fasilitator literasi itu'. Kelihatannya, kita kembali ke situasi semula. Literasi belum mengakar di sini.
Karena itu, kita berharap agar 'para guru' tetap menjadi ujung tombak menghidupkan habitus literatif di wilayah ini. Hanya dengan dan melalui kebiasaan 'menggauli dunia sunyi' secara konsisten, budaya literasi itu bisa merambat ke semua penjuru Mabar ini. Kita tidak perlu tergiur dengan sisi rekreatif dan selebrasional dari aktivitas itu. Yang kita butuhkan adalah ketekunan dan keteladanan dalam mempraktikan literasi dasar; membaca, menulis, dan berefleksi dalam kesunyian.
Benih literasi itu sudah ditabur oleh para rasul literasi (kru Media Pendidikan Cakrawala). Tugas kita adalah merawat benih itu secara serius dan memastikan tidak ada 'gulma dan hama'yang membuah benih itu gagal tumbuh.
Penulis adalah pemerhati masalah social dan politik local Manggarai Barat. Tinggal di Labuan Bajo.