Mabar dalam 'Lensa Naratif-Deskriptif' (Catatan Kualitatif Acara Bedah Buku "Selamat Datang di Manggarai Barat)
Oleh: Sil Joni
Penulis/pengarang melalui karyanya coba memotret 'realitas' dari sudut pandang dan 'perangkat stilistika' tertentu. Demikian halnya buku "Selamat Datang di Manggarai Barat" yang digarap oleh Syamsudin Kadir dan Muhammad Achyar coba 'mengupas' wajah Mabar dari perspektif sejarah, budaya, dan pariwisata yang dikemas dalam langgam ilmiah populer.
Buku itu boleh dilihat sebagai semacam 'potret intelektual' tentang Mabar dengan menggunakan lensa naratif-deskriptif. Sebagai sebuah potret mini, tentu saja buku ini tidak bisa dianggap sebagai satu kajian komprehensif dan representatif tentang kontur realitas sosial politik Mabar dalam setiap lintasan sejarah.
Kedua penulis sebenarnya hanya mempromosikan 'sebagian kecil' dari sekian banyak 'kekayaan' di Mabar kepada publik pembaca terutama bagi calon wisatawan. Dengan rumusan lain, buku ini adalah 'sebuah teks iklan' bahwa Mabar sudah 'sangat siap' untuk dikunjungi. Oleh sebab itu, kita membuka 'pintu hati' seraya mengucapkan 'welcome' kepada siapa saja yang hendak masuk dalam tubuh budaya, alam, dan politik kabupaten ini. Buku ini dengan demikian menjadi semacam 'penyingkap' tirai bahwa semuanya sudah beres. Mabar menjadi destinasi wisata yang terbuka dan nyaman bagi semua orang.
Hasil jepretan 'kamera rasionalitas' penulis, tentu tidak semua sisi terkover. Untuk tujuan 'promosi' atau perkenalan, kedua penulis cenderung mengangkat 'hal-hal yang indah' dan mengabaikan sekian banyak persoalan di balik deretan aset potensial itu. Mereka hanya terpukau pada tampilan luar (fenomen) yang bersifat superfisial dan menyingkirkan 'gundukan problematika' di balik yang kelihatan itu.
Tidak ada yang salah dengan gaya penulisan dan 'pemilihan isu' semacam itu. Tergantung pada intensi dan motivasi utama mengapa buku itu ditulis. Saya kira, untuk kepentingan promosi dan mengintroduksi berbagai potensi wisata serentak mempersuasi khalayak pembaca, maka buku ini sudah menjawabnya dengan baik.
Namun, jika perluasan dan penajaman diskursus dialektis tentang Mabar sebagai 'tujuan primer', tentu saja buku ini tidak bisa menjadi referensi krdibel dan otoritatif dari sisi bobot akademik. Buku 'Selamat Datang di Manggarai Barat' bukan 'teks ilmiah' yang berisi kajian, riset, dan observasi yang mendalam tentang 'apa dan mengapa' mesti mendatangi Mabar dan sekaligus mesti membaca buku itu.
Sebuah teks yang bersifat naratif-deskriptif singkat dan pendek, memang bukan pustaka ideal untuk memperdalam horison ilmiah tentang sebuah isu. Mabar dalam sorotan lensa naratif-deskriptif seperti buku 'Selamat Datang' ini, masih terlalu miskin untuk dicerna secara saintifik. Buku itu masih 'bermain' di wilayah permukaan (kulit luar) dan belum 'menukik' ke kedalaman realitas yang sebenarnya.
Kendati demikian, sebagai sebuah 'teks promosi daerah', saya kira buku semacam ini perlu diperbanyak. Buku ini bisa menjadi salah satu 'referensi' untuk mengenal Mabar sekaligus sebagai panduan untuk menentukan spot wisata favorit bagi setiap salon pelancong di tanah ini. Penerbitan buku Selamat Datang di Manggarai Barat", dengan demikian, menjadi semacam 'pelipur lara' di tengah fakta kegersangan publikasi bermutu tentang 'pesona dan problematika' di daerah ini. Selamat membaca.*
*Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik lokal Manggarai Barat. Tinggal di Labuan Bajo.