![]() |
(Foto/Dokpri). |
'Marina' Ada, Rakyat Merana?
(Catatan Seputar Rekomendasi DPRD untuk Hentikan Sementara Pembangunan Marina)
Oleh: Silvester Joni
Suara DPRD Mabar hari-hari ini terdengar cukup lantang dan membahana, memenuhi hampir semua 'rongga politik' di Kabupaten ini. Sang 'pemegang palu', Edi Endi, tampil sebagai 'vokalis dewan' yang terus mendendangkan 'kritik sosial' yang menukik ke jantung isu politik di sini. Yang teranyar adalah DPRD coba 'menggaungkan kembali' suara lama seputar pembangunan 'kawasan elit Marina' di wilayah Kampung Ujung Labuan Bajo.
Bahwasannya, di balik kemegahan bangunan itu, tersimpan beberapa 'duri politik' yang sesewaktu berpotensi menusuk hati publik. DPRD Mabar dengan gagah 'membongkar duri' itu agar tidak menghadirkan 'luka politik' yang membuat hati publik Mabar teriris dan miris.
Seperti yang dilansir oleh sejumlah media daring, Ketua DPRD Mabar 'merekomendasikan' agar proses pengerjaan pembangunan Marina dihentikan untuk sementara. Rekomendasi itu disampaikan pada saat menggelar public hearing, Senin (14/10/2019) antara anggota DPRD dan Pihak PT. ASDP dengan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Perhubungan, Dinas Perijinan, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dari pemberitaan itu, setidaknya kita menangkap tiga isu mengapa 'DPRD Mabar mesti mengambil 'sikap politik' yang tertuang dalam rekomendasi itu.
Pertama, ditengarai pihak Marina Labuan Bajo 'kurang patuh pada regulasi', terutama soal mengantongi ijin membangun bangunan (IMB). Dari empat (4) item pengerjaan dalam kawasan itu, ternyata ada dua item (penataan Marina dan Pelabuhan Penyeberangan) belum mengantongi IMB.
Kedua, pihak Marina juga diduga 'belum membayar pajak' untuk jenis pengerjaan 'penataan Marina' yang termasuk dalam kategori pajak Galian C.
Ketiga, pihak DPRD masih meragukan komitmen PT ASDP untuk merekruit 70% tenaga kerja lokal untuk menjadi staf (karyawan) dalam perusahaan tersebut. Selain itu, PT. ASDP juga diminta untuk 'membuka akses' yang luas bagi publik untuk menikmati kawasan pantai di lokasi pembangunan Marina itu. Tegasnya, kehadiran Marina, demikian DPRD Mabar, mesti membawa manfaat positif bagi publik Mabar.
Sebagai lembaga representasi dan artikulasi interes publik, 'sikap kritis-politis' DPRD Mabar terhadap pembangunan Marina patut diapresiasi. Mereka begitu 'peka' terhadap fakta 'ketidakberesan' yang berpotensi menjadi 'duri dalam daging' bagi pembangunan politik di Kabupaten Mabar ini. Naluri kritis anggota dewan kita, diperlihatkan secara militan dan elegan melalui mekanisme politik yang efektif.
Kendati demikian, publik 'berhak juga' untuk mempertanyakan intensi dan motivasi di balik 'actus penggeledahan' Marina oleh DPRD Mabar.
Gugatan kita, sebetulnya bukan pada 'substansi rekomendasi politik' itu, tetapi lebih pada efektivitas waktu (timing) untuk melahirkan kebijakan publik yang transformatif.
Pertanyaan kita adalah mengapa DPRD Mabar 'begitu telat' membongkar berbagai 'duri politik' tersebut semenjak wacana dan pelaksanaan pembangunan Marina bergulir di ruang publik? Bukankan sejak awal sebagian elemen masyarakat sipil 'sudah melakukan semacam gerakan resistensi politik' terhadap kebijakan publik itu yang ditopang dengan sekian banyak argumentasi kritis-analitis?Mengapa peran kritis-politis DPRD Mabar tidak digunakan secara optimal untuk memperjuangkan interese politik publik dalam pembangunan kawasan Marina itu?
Selain itu, saya belum melihat dan membaca 'hasil kajian komprehensif' pihak DPRD perihal dampak keberadaan Marina bagi peningkatan kesejahteraan publik di Mabar. Suara kritis DPRD Mabar hanya semata-mata berdasarkan asumsi pribadi.
Pertanyaan kita adalah apakah pihak DPRD dalam analisis politik mereka sudah memastikan korelasi antara eksistensi Marina dan bertambahnya publik yang merana? Apakah kehadiran Marina itu berpotensi untuk 'membunuh' denyut kehidupan publik yang menggantungkan harapannya pada aktivitas pariwisata?
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Politik di Kabupaten Mabar, tinggal di Labuan Bajo.