Kampanye (Politik) ‘yang Kepagian’? (Awasan untuk Bupati Mabar, Agustinus Ch. Dulla)

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Kampanye (Politik) ‘yang Kepagian’? (Awasan untuk Bupati Mabar, Agustinus Ch. Dulla)

Admin
Sunday, November 24, 2019



Kampanye (Politik) ‘yang Kepagian’?
(Awasan untuk Bupati Mabar, Agustinus Ch. Dulla)

Oleh: Sil Joni

Penulis memakai ‘lensa hemeneutika kecurigaan’ dalam membedah isu yang disoroti dalam tulisan ini. Tesis dasarnya adalah kata yang diproduksi dan diartikulasi oleh pejabat publik, selalu berpotensi menggendong ‘interes politik subyektif’, entah bersifat implisit maupun yang dinyatakan secara tersurat. Tegasnya, kata-kata para elit (politik) tidak pernah netral dari kepentingan politik, apalagi jika kata itu digelindingkan dalam sebuah forum publik baik formal maupun informal.

Media daring sorotNtt,com, edisi 17/11/2019 melansir pernyataan bupati Mabar tentang ‘ajakan’ untuk mendukung paket calon bupati-calon wakil bupati Edi-Weng dalam kontestasi politik Pilkada Mabar yang akan digelar September 2020. Bujukan politik itu disisipkan Gusti Dulla ketika membawakan ‘sambutan’ dalam sebuah acara syukuran dari salah satu anggota DPRD Mabar, Wilhelmus Syukur di kampung Bentala, Kec. Boleng, Sabtu (16/11/2019).

Tajuk acara bernuansa syukuran itu pun, sontak berubah menjadi semacam ‘panggung kampaye politik mini’ untuk paket Edi-Weng. Diberitakan bahwa Gusti Dulla, dalam kapasitasnya sebagai bupati Mabar, tanpa ragu ‘mempersuasi undangan’ untuk memberikan dukungan politik kepada paket itu. Debut dan kiprah politik Edi Endi sebagai anggota DPRD Mabar empat periode dan saat ini menjadi ‘pemegang palu’ dewan, dikredit untuk memperkuat ajakan politik itu. Demikian pun, dr. Yulianus Weng yang hadir dalam acara itu, diperkenalkan oleh Gusti Dulla sebagai ‘kekasih politik’ Edi Endi dalam mengarungi musim perebutan kekuasaan politik di level lokal.

Calon bupati lain yang sempat ‘dipromosikan’ oleh sang Bupati adalah ibu Maria Geong, ibu wakil bupati Mabar saat ini yang kebetulan hadir dalam acara sykuran politik itu. Tetapi, menariknya adalah Gusti Dulla sepertinya ‘kurang total’ dalam membujuk publik untuk menjatuhkan pilihan politik kepada sosok ini. Hal itu terbaca dari pernyataannya di mana ia memberikan kebebasan kepada publik apakah mendukung ibu Maria atau tidak. “Ibu Maria juga belum pernah menjadi anggota DPRD tetapi sudah pernah wakil bupati. Dan tentu punya niat juga mau jadi bupati. Tinggal kita saja mau mendukung baik, tidak mendukung juga tidak apa-apa”, tegas Gusti Dulla.

Kita tidak tahu apa motifnya sehingga Gusti Dulla menggemakan ‘pesan politik yang relatif berbeda’ antara paket Edi-Weng dan Ibu Maria Geong. Mengapa untuk paket Edi-Weng, beliau tidak memberikan semacam opsi kepda publik, entah mendukung atau tidak? Apakah ini semacam ‘kode politik’ yang tersembul dari alam bawah sadar Gusti Dulla tentang ‘arah dukungan politiknya’ dalam kontestasi Pilkada Mabar kali ini?

Sebetulnya, ajakan normatif kepada publik untuk mendukung para paket calon yang berlaga dalam kontestasi politik itu, sah-sah saja dan malah sebuah ‘keharusan moral’. Itu adalah ekspresi ‘hak politik personal dari Gusti Dulla’ sekaligus tanggung jawab etis-politisnya sebagai bupati Mabar. Dalam kaitan dengan itu, tentu kita mengapresiasi ‘niat baik’ sang bupati untuk sekadar ‘mengingatkan publik yang hadir dalam pesta itu’ bahwa sebagian dari para calon itu ‘hadir juga dalam acara itu’. Secara terselubung, ‘kehadiran fisik itu’ bisa ditafsir sebagai bentuk ‘pemberitahuan’ bahwa aku adalah kandidat bupati Mabar.

Kendati demikian, saya kira ‘persuasi politik’ Gusti Dulla itu, perlu dikaji dari berbagai perspektif. Pertama, apakah etis seorang pejabat publik (bupati) dengan seenaknya ‘menjadikan’ tenda pesta sebagai arena ‘mempromosikan kandidat bupati tertentu’? Bukankah itu sebentuk ‘penodaan’ terhadap tema pesta?

Kedua, jika kita menilai bahwa ‘ajakan politik itu’ sebagai satu bentuk kampanye, maka bukankah itu bagian dari upaya (trik) mencuri start masa kampaye? Kita semua tahu bahwa gong tahapan Pilkada Mabar belum ditabuh secara formal. KPUD Mabar sebagai ‘pihak penyelenggara’ belum menetapkan secara definitip paket calon yang bertarung dalam Pilkada itu, tetapi Gusti Dulla begitu percaya diri dalam mempromosikan kedua figur yang disebutkan di atas.

Ketiga, Gusti Dulla dalam kapasitasnya sebagai bupati Mabar semestinya ‘bertindak adil’ dalam mempromosikan para paket calon tersebut. Beliau seharusnya ‘menyebut semua paket’ dan calon yang belum mendapat pasangan yang sudah mendeklarasikan diri di depan publik. Jadi, tidak hanya pasangan Edi-Weng dan ibu Maria Geong yang kebetulan hadir dalam pesta itu yang dikampanyekan. Publik mempunyai ‘hak’ untuk mendapatkan informasi politik yang pasti dari bupati Mabar itu terkait dengan nama-nama yang meramaikan bursa kandidasi untuk Pilkada Mabar saat ini.

Keempat, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mengapa ada perbedaan muatan pesan (politik) antara Edi Endi-Weng dan ibu Maria Geong? Hemat saya, jika bupati Dulla punya niat baik, maka semestinya konten pesan politik antara keduanya, sama dan berimbang. Saya menangkap semacam ‘impresi politik’ bahwa bupati Dulla cenderung ‘mengagungkan’ paket Edi-Weng.

Dari penjelasan kritis di atas, maka saya kira, sudah semakin jelas bahwa pernyataan dari bupati Dulla dalam acara itu, tidak netral dari sisi penonjolan interes politik. Karena itu, melalui forum ini, kita memberikan semacam ‘awasan politis’ kepada beliau untuk mengontrol hasrat dalam mempromosikan para kandidat bupati dalam ruang publik. Jika pekerjasaan promosi atau kampanye itu dilakukakan, maka beliau mesti bertindak bijak agar semua kepentingan politik dari para kandidat terakomodasi. Tentu, muara dari semuanya adalah publik mendapat informasi dan pencerahan politik yang bermutu dari para pejabat publik umumnya dan bupati Mabar khususnya.

Penulis adalah pemerhati masalah  sosial dan politik lokal Manggarai Barat. Tinggal di Labuan Bajo.