Polisi dan 'Rabun Kriminalitas' (Catatan untuk Oknum Polisi yang Tidak Memproses Kasus Pelecehan Seksual)

Advertisement

Masukkan script iklan 970x90px

Polisi dan 'Rabun Kriminalitas' (Catatan untuk Oknum Polisi yang Tidak Memproses Kasus Pelecehan Seksual)

Admin
Thursday, November 7, 2019



Polisi dan 'Rabun Kriminalitas' (Catatan untuk Oknum Polisi yang Tidak Memproses Kasus Pelecehan Seksual)

Polisi dan 'Rabun Kriminalitas' (Catatan untuk Oknum Polisi yang Tidak Memproses Kasus Pelecehan Seksual)

Oleh: Sil joni

Tulisan ini merupakan tanggapan sekaligus catatan kritis terhadap salah satu isi berita langsung dari media daring floreseditorial.com, Senin (4/11/2019). Tentu saja akurasi ulasan ini sangat bergantung pada obyektivitas fakta yang dilaporkan oleh sang jurnalis yang diekspos dalam media itu.

Berita berjudul 'Siswi Kelas IV SD di Manggarai Barat Jadi Budak Seks Gurunya Sendiri', cukup 'menghebohkan' warga-net. Umumnya, netizen 'mengutuk dengan keras' aksi dari pelaku, Robertus Hami (RH) yang dengan tega menjadikan ASP, sisiwi kelas IV di SDN Munting Renggeng, Kec. Masang Pacar, objek pemuas nafsu libidinal semata.

Tak bisa dielak bahwa kasus itu mendapat 'respons yang massif' dari publik. Saya tidak perlu menguraikan soal tanggapan itu di sini sebab sudah diulas secara kritis dan kadang dengan penuh kegeraman oleh sebagian netizen. Penulis coba 'mengupas' hal lain yang terdapat di bagian akhir berita itu.

Diberitakan juga bahwa ibu korban pernah dipanggil ke rumah polisi. Polisi memberikan sejumlah uang dan membujuk sang ibu untuk tidak melaporkan kasus itu ke Polres Mabar. Beruntung, nurani dari ibu itu masih berfungsi dengan baik. Ia menolak 'upaya penyogokan' yang memalukan itu. Kita mesti mengapresiasi sikap ibu ini yang tidak 'terpukau dengan uang' dan mengabaikan martabat luhur dari anaknya yang sudah tercemar. Luar biasa.

Kita tidak tahu apakah uang itu berasal dari oknum polisi atau dari pihak pelaku yang coba ‘memanfaatkan’ kebaikan palsu yang kemungkinan ditawarkan oleh oknum polisi kepada pihak korban (ibu korban). Seandainya uang sogok itu murni ‘inisiatif’ dari si oknum polisi itu, maka saya kira kita perlu mendiskusikan hal ini secara serius. Tetapi, dugaan saya uang itu kemungkinan berasal dari pihak lain. Aliran dana haram itu perlu dilacak oleh pihak berwajib agar para pelaku penyuapan itu segera terungkap.

Jika testimoni sang ibu dan alur berita ini benar (sesuai fakta), maka saya kira ada yang 'tidak beres' dalam pikiran oknum polisi itu. Mengapa mata hatinya sebagai 'penegak hukum' tidak sanggup melihat aspek kejahatan yang bercokol dalam tubuh pelaku (guru SDN Munting Renggeng) itu? Apakah dirinya mengidap semacam gejala 'rabun kriminalitas' di mana ia tidak bisa membedakan mana kasus yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan mana yang mesti diproses secara hukup (positip)?

Seharusnya oknum polisi itu 'memuji dan mendukung' upaya keluarga korban yang berusaha menempuh 'jalur hukum' dan tidak secara membabi-buta 'mengadili' pelaku. Tetapi anehnya, polisi sebagai representasi 'penegak hukum', malah mengangkangi hukum itu dan 'menciptakan' satu kejajahatan beru.

Sudah jatuh 'tertimpa tangga pula'. Pepatah itu cukup pas untuk melukiskan 'kondisi batin' dari sang ibu ketika menghadapi perlakuan yang kurang simpatik dari oknum polisi itu. Kehormatan anaknya sudah hancur. Kini, ia harus menghadapi perkara lain, yaitu skenario untuk tidak memproses kasus itu ke pihak berwajib dengan menyerahkan sejumlah uang. Bukankan ini satu bentuk (modus) kejahatan baru yang mesti dipikul oleh sang ibu?

Sekali lagi, jika berita di atas benar, maka tentu itu sebuah preseden buruk bagi pihak kepolisian yang sedang berusaha memperbaiki kinerja dan reputasinya sebagai lembaga 'penegak hukum kredibel' di tanah air. Karena itu, saya kira pihak Polres Mabar perlu juga 'menggeledah' kasus sogok yang diperlihatkan oleh oknum polisi itu. Pelaku tindakan pelecehan memang tetap menjadi prioritas penanganan, tetapi metode kerja dari oknum polisi itu, perlu juga dievaluasi.*

*Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik lokal Manggarai Barat. Tinggal di labuan Bajo.